Madrid, albrita.com – Aksi besar-besaran mewarnai gelaran balap sepeda internasional La Vuelta a Espana 2025. Ribuan demonstran di Madrid turun ke jalan memprotes keikutsertaan tim Israel-Premier Tech, sehingga memaksa etape terakhir kompetisi yang seharusnya berakhir meriah di ibu kota Spanyol itu terpaksa dibatalkan.
Protes tersebut bukan hanya menjadi isu olahraga, tetapi berkembang menjadi sorotan politik dan hak asasi manusia. Wakil Perdana Menteri Spanyol, Yolanda Diaz, secara terbuka menyatakan bahwa Israel tidak seharusnya ikut serta dalam ajang internasional apa pun selama negara itu masih melakukan tindakan yang disebutnya sebagai genosida terhadap Palestina.
“Masyarakat Spanyol telah memberi pelajaran kepada dunia dengan melumpuhkan Vuelta. Israel tidak pantas tampil di ajang olahraga internasional jika terus melakukan pelanggaran HAM,” tegas Diaz dalam unggahan di media sosialnya, dikutip AFP, Senin (15/9/2025).
La Vuelta a Espana 2025 sejatinya dijadwalkan berakhir pada Minggu (14/9) dengan etape terakhir di Madrid. Namun, ribuan pengunjuk rasa pro-Palestina menyerbu jalur balapan, mengibarkan bendera Palestina, serta meneriakkan yel-yel dukungan. Situasi memanas hingga jalannya lomba tidak mungkin dilanjutkan.
Meski demikian, pihak penyelenggara tetap mengumumkan Jonas Vingegaard sebagai juara umum La Vuelta untuk pertama kalinya dalam kariernya. Ia unggul secara keseluruhan dari para pesaing utama, meskipun etape terakhir dibatalkan.
Sebelumnya, gangguan serupa juga terjadi pada etape ke-11 di Bilbao pada 3 September 2025. Kala itu, massa pro-Palestina berdemonstrasi di dekat garis finis dengan membawa atribut Palestina. Aksi itu membuat lomba terhenti dan etape berakhir tanpa pemenang.
Selain Yolanda Diaz, Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, juga angkat suara. Ia mengaku bangga atas keberanian masyarakat Spanyol dalam menunjukkan solidaritas terhadap Palestina.
“Pengakuan penuh kami kepada para atlet, tetapi juga kekaguman kami kepada rakyat Spanyol yang bergerak untuk tujuan yang adil, yakni Palestina,” ujar Sanchez.
Menurut Sanchez, aksi protes ini menunjukkan Spanyol berdiri di garis depan dalam membela hak asasi manusia. “Spanyol hari ini bersinar sebagai contoh dan sumber kebanggaan bagi komunitas internasional. Kami melangkah maju dalam perjuangan menegakkan keadilan dan HAM,” lanjutnya.
Pernyataan itu menegaskan posisi politik Spanyol yang semakin kritis terhadap Israel. Sebelumnya, pemerintah Spanyol sudah beberapa kali mengecam operasi militer Israel di Gaza yang menelan banyak korban sipil.
La Vuelta a Espana 2025 berlangsung selama tiga pekan, dimulai dari Turin, Italia, pada 23 Agustus, melewati rute di Prancis, Andorra, hingga berakhir di Spanyol. Balapan bergengsi ini merupakan salah satu dari tiga Grand Tour sepeda dunia, sejajar dengan Tour de France dan Giro d’Italia.
Sayangnya, tahun ini ajang tersebut lebih banyak disorot karena aksi politik ketimbang prestasi olahraga. Keikutsertaan tim Israel-Premier Tech menjadi pemicu utama kontroversi. Di berbagai kota tempat etape digelar, selalu ada aksi protes yang menuntut agar Israel dikeluarkan dari kompetisi.
Demonstrasi yang terjadi di Madrid dan Bilbao merupakan bagian dari gelombang solidaritas pro-Palestina yang meluas di Eropa. Ribuan orang, termasuk aktivis HAM, komunitas mahasiswa, hingga kelompok buruh, bersatu menyuarakan penolakan terhadap normalisasi Israel di panggung olahraga internasional.
Mereka menilai, membiarkan tim Israel ikut serta sama saja dengan melegitimasi kebijakan agresif Israel di Palestina. Aksi ini sekaligus menekan federasi olahraga dunia agar lebih peka terhadap isu kemanusiaan.
Aksi penolakan ini tidak hanya berdampak di Spanyol. Media internasional menyorot La Vuelta 2025 sebagai salah satu contoh bagaimana olahraga menjadi arena pertarungan politik global. Protes ini juga diprediksi akan memengaruhi keikutsertaan tim Israel di ajang-ajang olahraga lain.
Beberapa analis menyebut, kasus La Vuelta 2025 bisa menjadi preseden bahwa tekanan publik internasional mampu menggoyahkan legitimasi sebuah negara di panggung olahraga. Tidak menutup kemungkinan, federasi olahraga dunia akan mendapat desakan lebih keras untuk mengevaluasi partisipasi Israel di berbagai ajang.
La Vuelta a Espana 2025 yang seharusnya menjadi pesta olahraga sepeda, justru ditutup dengan ketegangan politik. Meski Jonas Vingegaard berhasil meraih gelar juara, sorotan dunia lebih tertuju pada aksi protes besar-besaran di Madrid.
Dengan dukungan terbuka dari pejabat tinggi Spanyol, aksi ini dipandang sebagai simbol kuat solidaritas internasional terhadap Palestina, sekaligus kritik keras terhadap Israel. (MDA*)