Jakarta, albrita.com – Insiden keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi di Indonesia, kali ini menimpa 37 siswa dari SMA Negeri 7 dan SD Hidayatullah di Baubau. Kejadian ini memicu perhatian Badan Gizi Nasional (BGN) terkait keamanan dan kualitas penyediaan makanan dalam program tersebut.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa SPPG (Sentra Produksi Pangan Generasi) di Baubau telah beroperasi selama delapan bulan. Namun, baru-baru ini dapur SPPG mengganti supplier bahan baku. “Bahan baku yang biasanya dipasok oleh supplier rutin diganti oleh supplier lokal untuk meningkatkan kearifan lokal. Kemungkinan, supplier baru ini belum siap, sehingga insiden seperti ini masih terjadi,” ungkap Dadan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).
Dadan menekankan, kasus keracunan MBG biasanya terjadi di SPPG yang baru beroperasi dan belum berpengalaman memproduksi makanan dalam jumlah besar. Ia mencontohkan kasus serupa yang pernah terjadi di Bengkulu. “Ibu-ibu yang biasa memasak untuk 4-10 orang belum tentu bisa langsung menangani 1.000 sampai 3.000 porsi. Makanya, kami sarankan untuk SPPG baru memulai secara bertahap,” jelasnya.
Untuk mengurangi risiko, BGN menyarankan agar SPPG baru menangani jumlah sekolah yang lebih sedikit di awal. “Kalau ada 20 sekolah yang dilayani, hari pertama cukup 2 sekolah, kemudian meningkat menjadi 4 sekolah secara bertahap. Ini yang kami sarankan agar kejadian serupa tidak terulang,” tambah Dadan.
Selain pergantian supplier, faktor lain yang meningkatkan risiko keracunan adalah kurangnya pelatihan bagi tenaga pengolah makanan di SPPG baru. Dadan menekankan pentingnya memberikan edukasi tentang higienitas, penyimpanan bahan baku, dan teknik memasak massal agar risiko kesehatan bisa diminimalkan.
BGN juga tengah melakukan evaluasi rutin terhadap SPPG di seluruh Indonesia untuk memastikan standar keamanan pangan terpenuhi. “Kami melakukan monitoring berkala dan inspeksi mendadak, terutama di SPPG yang baru memulai operasionalnya. Tujuannya agar semua siswa menerima makanan yang aman dan bergizi,” kata Dadan.
Pihak sekolah juga diimbau untuk berperan aktif dalam mengawasi proses MBG. Guru dan staf diminta memastikan kondisi dapur, bahan baku, dan pengolahan makanan sesuai standar. Dengan keterlibatan sekolah, potensi keracunan bisa lebih cepat terdeteksi dan dicegah.
Dadan menambahkan, masyarakat dan orang tua juga bisa ikut mengawasi pelaksanaan MBG. “Jika ada laporan atau indikasi makanan tidak layak, segera laporkan ke pihak sekolah atau BGN. Kolaborasi semua pihak penting untuk kesuksesan program ini,” pungkasnya.
Insiden keracunan di Baubau menjadi pengingat penting bagi pengelola MBG agar lebih selektif dalam memilih supplier dan memastikan standar keamanan pangan terpenuhi, terutama bagi SPPG yang baru beroperasi. (MDA*)