Oleh: Ferwinta Zen – Lawyer di Jakarta
Kejaksaan seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan. Namun, publik selama bertahun-tahun menyaksikan kenyataan pahit: praktik kronisme, penanganan kasus korupsi besar yang lamban, dan merosotnya kepercayaan terhadap integritas aparat penegak hukum.
Reformasi di tubuh Kejaksaan bukan lagi kebutuhan, tetapi darurat nasional.
Di tengah krisis kepercayaan ini, satu nama mencuat sebagai simbol harapan baru: Reda Manthovani.
Pengalaman Lengkap: Dari Jam Intel hingga Kajati DKI
Reda Manthovani bukan sekadar birokrat hukum. Ia memiliki perjalanan panjang dan strategis di berbagai posisi penting Kejaksaan, termasuk sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jam Intel) dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta.
Sebagai Jam Intel, Reda menjalankan fungsi vital yang jarang mendapat sorotan publik:
- Mengawasi intelijen dan informasi strategis dalam penegakan hukum.
- Memastikan setiap operasi berjalan transparan dan bebas dari kepentingan politik atau golongan tertentu.
- Membangun sistem pengawasan internal untuk menutup celah korupsi di tubuh Kejaksaan.
Peran itu menuntut ketelitian, keberanian, dan kemampuan membaca peta kekuasaan hukum dari dalam. Pengalaman semacam inilah yang membuat Reda memahami anatomi Kejaksaan secara menyeluruh—dari sistem hingga mentalitas aparatnya.
Integritas dan Kredibilitas Publik
Dalam karier panjangnya, Reda dikenal bersih dari kasus korupsi dan nepotisme. Ia juga tegas dalam menangani perkara strategis, tanpa pandang bulu.
Dari perspektif Public Trust Theory, sosok seperti Reda menjadi figur kunci yang mampu memulihkan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan.
Integritas bukan hanya soal moral pribadi, tetapi juga kemampuan menjaga lembaga dari tekanan politik dan kepentingan kelompok. Reda terbukti punya dua-duanya.
Reformasi Struktural, Bukan Kosmetik
Reformasi Kejaksaan tidak cukup hanya mengganti pimpinan. Yang dibutuhkan adalah perubahan struktur dan budaya kerja.
Reda menawarkan pendekatan sistemik dan modern:
- Mendorong digitalisasi manajemen perkara untuk meningkatkan transparansi publik.
- Meningkatkan profesionalisme SDM, agar penuntutan berbasis hukum, bukan jaringan internal.
- Menjamin konsistensi penegakan hukum anti-korupsi, bukan penegakan yang tebang pilih.
- Mengoptimalkan pengalaman intelijen untuk meminimalkan penyalahgunaan wewenang.
Pendekatan ini menjawab persoalan lama di Kejaksaan—bahwa reformasi sejati bukan pergantian wajah, melainkan transformasi sistem.
Belajar dari Negara Lain
Pengalaman reformasi kejaksaan di Georgia dan Rumania menunjukkan bahwa pimpinan ideal adalah mereka yang memahami struktur internal, tetapi tetap independen dari politik lama.
Reda memenuhi dua kriteria penting itu:
internal experience + external independence.
Kombinasi yang langka, namun menjadi syarat mutlak bagi perubahan yang nyata.
Kesimpulan: Saatnya Memberi Kepercayaan
Di tengah ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, Reda Manthovani bukan sekadar kandidat Jaksa Agung. Ia adalah simbol reformasi sejati.
Dengan pengalaman sebagai Jam Intel dan Kajati DKI, Reda membawa:
- Pengalaman internal untuk menata birokrasi,
- Integritas dan independensi yang diakui publik,
- Kapasitas untuk mereformasi struktur dan memodernisasi Kejaksaan.
Jika Indonesia sungguh ingin membangun Kejaksaan yang bersih, profesional, dan independen, maka Reda Manthovani adalah satu-satunya harapan yang realistis.









