Jakarta, albrita.com – Baru sebulan lebih bergabung dalam Kabinet Merah Putih, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa langsung mencuri perhatian publik. Sosoknya dinilai berbeda dari menteri-menteri sebelumnya karena tampil sederhana, komunikatif, dan membawa semangat baru dalam mengelola keuangan negara.
Berbagai lembaga survei mencatat, dalam evaluasi satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, nama Purbaya masuk deretan menteri dengan tingkat kepuasan publik tertinggi. Warga menilai gaya komunikasinya lugas, kebijakannya menyentuh akar ekonomi rakyat, dan arah kebijakan fiskalnya memberi harapan.
Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menilai Purbaya sebagai figur yang memahami psikologi publik. “Kalau dalam teori komunikasi, Purbaya sedang memainkan teori konsistensi kognitif. Ia membangun harapan bahwa hidup rakyat bisa lebih baik,” ujar Hensat, sapaan akrab Hendri Satrio.
Menurut Hensat, gaya komunikasi Purbaya terasa segar dan menggugah optimisme. “Dia menteri pertama yang berani mengajak rakyatnya kaya bareng-bareng. Jadi orang merasa dia bukan bicara di atas, tapi dari dalam kehidupan mereka. Banyak teman gue bilang, kalau lihat Purbaya bicara, rasanya bulan depan bakal tajir. Karena dia menyalakan harapan,” ucapnya sambil tersenyum.
Fenomena “Purbaya Effect” kini mulai tampak di berbagai media sosial. Banyak warganet membuat konten kreatif bertema “Ayo Kaya Bareng Purbaya”, lengkap dengan tagar #EkonomiNaikBareng dan #OptimisBarengPurbaya. Bahkan, Hensat menyebut sudah muncul kelompok pendukung spontan yang menamakan diri Pasukan Pengawal Purbaya.
“Mereka pakai teori self representation. Di mana ada Purbaya, harus ada liputan, harus ada sorotan kamera. Fenomenanya mirip brand humanization di politik. Sampai ada yang bilang, ‘Panik tuh KDM,’” canda Hensat, merujuk pada Kang Dedi Mulyadi yang dikenal aktif di media sosial.
Hensat menilai, sosok Purbaya membangkitkan optimisme publik. Namun, ia juga mengingatkan agar sang menteri tidak terjebak dalam ekspektasi yang terlalu tinggi. “Optimisme itu penting, tapi harus sejalan dengan hasil nyata. Kalau tidak ter-deliver, kekecewaan masyarakat bisa berkali-kali lipat,” tegasnya.
Ia mencontohkan fenomena politik masa lalu. “Dulu masyarakat sangat optimis ketika Jokowi terpilih pertama kali. Tapi karena ekspektasi tinggi tidak sepenuhnya terwujud, muncul kekecewaan besar. Nah, Purbaya harus belajar dari situ,” ujar Hensat.
Menurutnya, tantangan utama Purbaya adalah melawan waktu dan membuktikan hasil konkret. “Waktu itu musuhnya. Rakyat ingin bukti, bukan janji. Kalau dalam enam bulan tidak terlihat perbaikan ekonomi, baik di level nasional maupun keluarga, maka dukungan publik bisa menurun,” katanya.
Meski begitu, Hensat percaya Purbaya memiliki kapasitas dan strategi untuk membawa perubahan. Sebagai mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya paham risiko, stabilitas sistem keuangan, dan cara menjaga kepercayaan publik. “Dia teknokrat sejati tapi punya gaya rakyat. Itu kombinasi langka,” ucapnya.
Sejak menjabat, Purbaya gencar memperkenalkan program inklusi ekonomi yang menekankan pemerataan. Ia mengarahkan kebijakan fiskal agar tidak hanya menolong korporasi besar, tetapi juga memperkuat sektor UMKM, pertanian, dan ekonomi rumah tangga.
Dalam beberapa kesempatan, Purbaya juga menyampaikan pesan sederhana yang viral: “Kita nggak boleh takut kaya. Kalau negara mau maju, rakyatnya harus sejahtera.” Kalimat itu menjadi kutipan populer di berbagai platform media sosial.
Sikap terbuka dan komunikatif membuat publik merasa dekat dengannya. Setiap konferensi pers yang digelar Purbaya selalu ramai ditonton jutaan warganet karena bahasanya mudah dipahami. Ia berbicara ekonomi dengan bahasa rakyat, bukan dengan istilah rumit.
Kini, banyak pihak menilai Purbaya bukan sekadar menteri keuangan, tapi juga simbol harapan baru ekonomi nasional. Ia berusaha memadukan kebijakan rasional dengan pendekatan humanis.
“Kalau gaya dan kinerjanya konsisten, Purbaya bisa jadi wajah baru teknokrasi Indonesia. Dia sudah mulai menggeser persepsi bahwa menteri keuangan itu kaku. Sekarang justru jadi inspiratif,” tutup Hensat. (***)









