Sungai Penuh, albrita.com–Kota Sungai Penuh boleh berbangga, kontingen bulu tangkisnya pulang dengan 14 medali di Kejurprov Jambi 2025. Delapan emas, satu perak, dan lima perunggu. Hasil yang menggetarkan. Namun di balik kilauan emas itu, tersimpan kenyataan pahit: pemerintah hanya jadi penonton.
Atlet dan orang tua mereka harus menanggung seluruh biaya: dari latihan, transportasi ke Kuala Tungkal, penginapan, hingga makan sehari-hari. KONI? Hanya sanggup membayar biaya pendaftaran. Ya, sekadar uang registrasi, lalu cuci tangan seakan tugas sudah selesai.
Ironisnya, Ketua KONI Kota Sungaipenuh, Harfendi Johar, dengan enteng mengakui fakta ini. Ia menyebut “tidak ada anggaran” sebagai alasan. Lebih parah lagi, ia malah memuji perjuangan atlet dan orang tua, seakan penderitaan mereka adalah bukti keberhasilan pembinaan. Sungguh logika jungkir balik: ketika pemerintah gagal, rakyat yang diminta jadi pahlawan.
Lalu, untuk apa KONI dibentuk jika sekadar jadi kantor papan nama? Untuk apa pemerintah mengumbar janji pembinaan atlet, jika kenyataannya ketika atlet butuh, yang diberikan hanyalah kata-kata manis?
Pemerintah Kota Sungaipenuh mestinya malu. Medali emas ini bukan hasil kerja mereka, tapi hasil keringat atlet yang berjuang tanpa fasilitas, tanpa seragam, bahkan tanpa dukungan logistik yang layak. Prestasi ini lahir bukan dari kebijakan, melainkan dari kantong pribadi.
Di banyak daerah lain, pemerintah hadir memberi dukungan penuh. Di Sungaipenuh, atlet dibiarkan bertarung sendirian. Lalu ketika pulang membawa medali, jangan heran bila pejabat nanti berjejer di podium untuk ikut berfoto, tersenyum lebar seakan itu hasil kerja mereka.
Kejayaan olahraga tidak lahir dari pejabat yang hanya pandai membuat alasan. Ia lahir dari keberanian pemerintah menempatkan atlet sebagai aset, bukan beban. Jika hari ini Sungaipenuh berjaya tanpa bantuan pemerintah, bayangkan betapa lebih dahsyatnya prestasi bila dukungan benar-benar ada.
Sayangnya, bagi pemerintah, olahraga hanya penting ketika ada medali untuk dipajang di spanduk ucapan selamat. Selebihnya, atlet dibiarkan berjuang sendirian. (***)