Jakarta, albrita.com – Harga emas dunia kembali mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah. Pada perdagangan Jumat 12 September 2025, logam mulia itu ditutup di level US$3.642,62 per troy ons, naik sekitar 0,24 persen dibandingkan hari sebelumnya. Angka tersebut bukan hanya mencatat rekor harian, tetapi juga mempertegas tren penguatan emas yang telah berlangsung beberapa bulan terakhir.
Jika dihitung secara mingguan, harga emas sudah melesat sekitar 1,57 persen. Peningkatan ini memperkuat posisi emas sebagai salah satu aset yang paling diminati di tengah gejolak ekonomi global. Reli ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan ditopang oleh sejumlah faktor fundamental seperti arah kebijakan moneter Amerika Serikat, pelemahan pasar tenaga kerja, serta meningkatnya minat investor global melalui instrumen investasi berbasis emas.
Salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan emas adalah ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Data terbaru menunjukkan klaim pengangguran di Amerika Serikat meningkat cukup tajam, sementara revisi data ketenagakerjaan memangkas hingga 911 ribu lapangan kerja dari catatan sebelumnya. Kondisi tersebut dipandang pasar sebagai tanda bahwa pasar tenaga kerja mulai melemah dan mendorong keyakinan bahwa The Fed kemungkinan akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17 September mendatang.
Kebijakan suku bunga yang lebih rendah biasanya membuat instrumen berbasis bunga seperti obligasi dan deposito menjadi kurang menarik bagi investor. Hal ini membuka peluang lebih besar bagi emas sebagai alternatif investasi. Dalam situasi seperti ini, emas selalu menjadi salah satu pilihan utama karena sifatnya yang stabil dan mampu menjaga nilai aset dalam jangka panjang.
Selain faktor tenaga kerja, inflasi juga menjadi perhatian. Inflasi konsumen Amerika Serikat tercatat mengalami kenaikan bulanan tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. Walaupun inflasi biasanya menekan daya beli masyarakat, bagi investor kondisi ini justru semakin menguatkan alasan untuk memegang emas. Logam mulia dipandang sebagai aset lindung nilai terhadap risiko inflasi jangka panjang. Investor menilai bahwa kombinasi antara inflasi yang tinggi dan pelemahan pasar tenaga kerja akan memaksa The Fed mengambil langkah kebijakan yang lebih akomodatif.
Menurut Daniel Pavilonis, Senior Market Strategist dari RJO Futures, pelemahan tenaga kerja dan inflasi yang tidak stabil sudah diperhitungkan pasar. The Fed dipaksa memangkas suku bunga sehingga mendorong harga logam mulia terus naik karena ada risiko inflasi jangka panjang.
Selain itu, arus masuk dana ke produk Exchange-Traded Funds atau ETF emas juga turut memperkuat reli harga emas. Instrumen ini memungkinkan investor berinvestasi pada emas tanpa perlu memegang emas fisik secara langsung. Dalam beberapa bulan terakhir, data menunjukkan adanya peningkatan signifikan arus dana ke ETF emas, yang menandakan sentimen positif terhadap emas bukan hanya datang dari investor ritel, melainkan juga institusi besar.
Giovanni Staunovo, analis dari UBS, memperkirakan dengan tren arus masuk ke ETF yang terus menguat, harga emas berpotensi menembus level US$3.900 per ons pada pertengahan tahun depan. Optimisme ini sejalan dengan banyak proyeksi analis lain yang menilai tren bullish emas masih memiliki ruang untuk berlanjut.
Sepanjang tahun 2025, harga emas telah mencatat kenaikan sekitar 39 persen. Angka tersebut dianggap luar biasa mengingat emas dikenal sebagai aset yang cenderung stabil dibandingkan instrumen lain yang lebih fluktuatif. Lonjakan ini memperkuat status emas sebagai aset lindung nilai paling andal ketika ketidakpastian ekonomi global semakin besar. Faktor-faktor yang mendorongnya tidak hanya berasal dari kebijakan moneter Amerika Serikat, tetapi juga dari kekhawatiran resesi, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, hingga perlambatan ekonomi di Eropa dan Asia.
Ke depan, prospek emas dinilai masih cerah. Selama ekspektasi pemangkasan suku bunga tetap kuat, tren bullish emas akan terus mendapat dukungan. Inflasi yang belum stabil juga menambah alasan bagi investor untuk mencari perlindungan melalui emas. Di luar itu, ketidakpastian geopolitik tetap menjadi katalis tambahan yang mendukung permintaan terhadap logam mulia ini.
Jika tren arus masuk ke ETF emas berlanjut, bukan tidak mungkin harga emas kembali menorehkan rekor baru dalam beberapa bulan mendatang. Para investor global tampaknya semakin yakin bahwa emas adalah pilihan paling aman untuk melindungi kekayaan mereka di tengah badai ketidakpastian yang melanda perekonomian dunia.
Kenaikan harga emas hingga menembus US$3.642,62 per troy ons bukan hanya menjadi catatan rekor, melainkan juga cerminan bahwa logam mulia ini sedang berada dalam tren penguatan jangka panjang. Kombinasi faktor makroekonomi, inflasi, arah kebijakan The Fed, serta meningkatnya arus investasi menjadikan emas kembali sebagai instrumen utama dalam portofolio banyak investor. Dengan prospek pemangkasan suku bunga dan kondisi global yang belum menentu, emas sekali lagi membuktikan diri sebagai aset pelindung utama di mata dunia. (RM*)









