Phnom Penh, albrita.com — Presiden Senat Kamboja Hun Sen menuduh Thailand memutar suara bernada tinggi di perbatasan yang masih disengketakan. Ia menyebut suara itu menimbulkan ketegangan baru setelah kedua negara sepakat melakukan gencatan senjata.
Hun Sen menjelaskan, Komisi HAM Kamboja sudah mengirim surat kepada Komisioner Tinggi PBB Volker Türk. Surat itu meminta penyelidikan terhadap suara keras yang mengganggu warga di sekitar perbatasan.
Sejak 10 Oktober, warga mendengar suara tangisan anak, lolongan anjing, deru helikopter, hingga gemerincing rantai setiap malam. Komisi HAM menilai suara tersebut menyebabkan gangguan tidur dan kecemasan pada warga.
Sebelumnya, Kamboja dan Thailand menyetujui gencatan senjata pada Juli. Perjanjian itu mengakhiri bentrokan selama lima hari yang menewaskan 40 orang dan memaksa ribuan warga mengungsi. Namun, situasi di lapangan tetap tegang.
Hun Sen mengatakan sudah berbicara dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi terkait dugaan serangan suara. Ia juga berterima kasih kepada Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim atas bantuan mediasi.
Koalisi Hak Anak Kamboja menilai suara keras dari Thailand merusak kesehatan mental anak-anak. Direktur Eksekutif Yan Lay menjelaskan, suara menakutkan membuat anak sulit tidur, panik, dan tidak fokus belajar.
Menurut laporan The Nation, influencer Thailand Kannawat Pongpaibulwech mengaku bertanggung jawab atas pemutaran suara keras itu. Ia mengklaim mendapat izin dari Angkatan Darat Thailand untuk mengusir warga Kamboja di wilayah perbatasan.
Bentrokan bersenjata sebelumnya terjadi di sekitar kuil kuno Ta Moan Thom, Provinsi Surin, Thailand. Pertempuran itu kemudian menyebar ke wilayah lain dan menimbulkan korban di kedua pihak.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim akhirnya menengahi kedua negara pada 28 Juli. Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga menghubungi para pemimpin Thailand dan Kamboja untuk mendorong perdamaian. (MDA*)









