Jakarta, albrita.com– Sebanyak 523 ekor sapi perah asal Australia kembali tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada Jumat (19/9/2025). Kehadiran ternak impor itu disambut langsung oleh dokter hewan Hendra Wibawa yang mewakili Kementerian Pertanian.
Dalam kesempatan tersebut, Hendra mengapresiasi para pelaku usaha yang konsisten mendukung percepatan impor sapi perah. Namun, di balik rasa syukur itu, terselip kegelisahan besar. Angka realisasi impor masih jauh dari target.
Hingga September 2025, Indonesia baru berhasil mendatangkan sekitar 11.500 ekor sapi perah. Padahal, target tahun ini mencapai 150 ribu ekor. Dengan capaian yang masih di bawah 10 persen, ambisi pemerintah mendatangkan 1 juta ekor sapi perah dalam lima tahun tampak semakin sulit tercapai.
Wahyu Suryono Pratama, Direktur PT Asli Juara Indonesia (AJI), menilai impor sapi perah bukan sekadar urusan bisnis, melainkan kebutuhan mendesak untuk memperkuat produksi susu dalam negeri.
“Kami tidak bisa hanya berpangku tangan sementara 80 persen kebutuhan susu nasional masih dipenuhi dari impor bubuk. Kalau ini tidak segera dibenahi, ketergantungan pada pasar luar negeri akan semakin mengakar,” ujarnya.
Nada serupa juga disampaikan Syafeezan, CEO N9 Dairy Farm. Menurutnya, ekosistem industri susu nasional perlu direformasi besar-besaran, mulai dari tata niaga, dukungan infrastruktur, hingga kebijakan harga.
“Kalau ekosistem ini tidak dibenahi, sapi impor hanya akan jadi angka di atas kertas. Yang kita butuhkan adalah sistem berkelanjutan yang bisa menghidupi peternak dan memenuhi kebutuhan konsumen,” katanya.
Minimnya realisasi impor sapi perah dikhawatirkan bakal berdampak pada program strategis pemerintah, termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digalakkan Presiden Prabowo Subianto. Tanpa pasokan susu segar yang memadai, program tersebut rawan bergantung pada impor bahan baku dari luar negeri.
Para pengamat menilai, pemerintah harus segera menyiapkan solusi darurat, mulai dari percepatan impor, insentif untuk peternak lokal, hingga memperkuat skema kemitraan dengan swasta. Jika tidak, mimpi swasembada susu dalam negeri bisa terus tertunda. (RSW*)