Jakarta, albrita.com – Pemerintah Inggris secara resmi mengakui kedaulatan negara Palestina, menandai perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri Negeri Ratu Elizabeth. Pengakuan ini disertai pembaruan peta resmi yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri Inggris, menggantikan istilah “Occupied Palestinian Territories” dengan nama “Palestina” untuk Tepi Barat dan Gaza.
Pengakuan ini diumumkan jelang Sidang Umum PBB, Minggu (21/9/2025). Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan langkah tersebut diambil untuk mendukung kemungkinan perdamaian dan solusi dua negara di Timur Tengah. “Menghadapi kengerian yang semakin meningkat di wilayah ini, kami bertindak untuk menjaga kemungkinan perdamaian dan solusi dua negara,” ujar Starmer melalui pernyataan video.
Langkah Inggris ini memicu reaksi keras dari Israel. Pemerintah Israel menyebut keputusan Inggris “tidak masuk akal” dan menegaskan sikapnya yang menolak pengakuan negara Palestina. Sementara itu, publik internasional menanggapi beragam, termasuk membagikan peta historis Palestina sebelum pendirian Israel di media sosial.
Sejarah hubungan Inggris dengan Palestina bermula pada masa Mandat Britania (1920–1948). Setelah runtuhnya Kekaisaran Usmaniyah, Liga Bangsa-Bangsa memberi mandat kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina. Pada 1917, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour yang mendukung pembentukan “tanah air nasional bagi bangsa Yahudi,” mendorong gelombang imigrasi Yahudi ke wilayah tersebut dan menimbulkan ketegangan dengan penduduk Arab.
Menjelang akhir mandatnya, Inggris gagal menengahi konflik antara komunitas Yahudi dan Arab. Pada 1947, persoalan ini diserahkan ke PBB yang kemudian mengusulkan pembagian Palestina menjadi dua negara. Inggris menarik diri pada 1948, membuka jalan bagi proklamasi negara Israel pada 14 Mei 1948. Sejak itu, konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina terus berlanjut hingga saat ini.
Pengakuan Inggris juga terjadi di tengah agresi Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang telah menewaskan lebih dari 65 ribu orang dan melukai lebih dari 150 ribu lainnya. Langkah diplomatik Inggris dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap hak kedaulatan Palestina sekaligus memperkuat tekanan internasional bagi penyelesaian konflik secara damai.
Pembaruan peta resmi yang menandai perubahan status wilayah Palestina menjadi simbol pengakuan kedaulatan ini. Halaman resmi Kemlu Inggris menulis, “Halaman ini telah diperbarui dari ‘Occupied Palestinian Territories’ menjadi ‘Palestina’,” disertai peta baru yang menggantikan istilah lama.
Para pengamat menilai keputusan Inggris dapat memengaruhi dinamika politik regional, khususnya hubungan antara negara-negara Barat dengan Israel dan negara-negara Arab. Pengakuan ini menunjukkan sikap tegas Inggris dalam mendukung penyelesaian damai dan hak-hak rakyat Palestina. (YS*)