Sungai Penuh, albrita.com–Tanggal 8 November 2025 menjadi momentum bersejarah bagi masyarakat Kota Sungai Penuh. Di usia yang ke-17 tahun, perjalanan panjang menuju status Daerah Otonomi Baru (DOB) kembali dikenang sebagai bukti perjuangan tanpa lelah dari banyak pihak.
Di balik berdirinya Kota Sungai Penuh, tersimpan kisah perjuangan yang penuh dinamika, termasuk peran penting wartawan yang turut mengawal dan menguatkan semangat pemekaran melalui pemberitaan.
Pada masa itu, sebelum pemekaran terjadi, suasana politik di Kabupaten Kerinci memanas. Banyak pihak yang menolak ide pembentukan kota baru. Berbagai alasan muncul, mulai dari kekhawatiran akan perpecahan hingga keraguan terhadap kesiapan daerah.
Setiap hari, media harian nasional dan daerah memuat berita penolakan, sebagian besar bersifat provokatif dan menyesatkan. Namun di tengah arus pemberitaan negatif itu, sosok Bupati Kerinci saat itu, H. Fauzi Siin, tetap teguh dengan tekadnya: pemekaran harus terwujud demi kemajuan masyarakat Kerinci dan Sungai Penuh.
Fauzi Siin memahami bahwa perlawanan terhadap berita-berita yang menyesatkan tidak cukup hanya dengan pernyataan politik. Ia membutuhkan peran media yang jujur dan berpihak pada kebenaran. Karena itu, ia memanggil sejumlah wartawan untuk membantu mengimbangi opini publik dan menyampaikan fakta sebenarnya tentang tujuan pemekaran Kota Sungai Penuh.
Beberapa nama wartawan lokal dan nasional ikut berjuang dalam garis depan pemberitaan itu. Di antaranya Mardizal Sumara dari Harian Singgalang, Fanda Yosepta dari Radar Kerinci, dan Wirdianto dari Jambi Ekspres dan sejumlah wartawan lainnya.
Mereka tidak sekadar menulis berita, tetapi ikut menyertai langsung perjalanan tim pemekaran ke Jakarta. Wartawan yang ikut meliput perjuangan pemekaran di pusat, Mardizal Sumara, Fanda Yosepta dan Wirdianto bahkan menghadiri rapat bersama anggota Komisi II DPR RI.
Di sana, para wartawan menyaksikan bagaimana Fauzi Siin bersama rombongan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat mempresentasikan aspirasi rakyat Kerinci untuk memiliki kota sendiri.
Perjalanan ke ibu kota bukan perkara mudah. Tantangan datang dari berbagai arah, mulai dari tekanan politik, isu penolakan, hingga keterbatasan dukungan logistik. Namun semangat kebersamaan dan keyakinan bahwa pemekaran adalah jalan menuju kesejahteraan membuat perjuangan itu terus menyala.
Wartawan yang ikut dalam rombongan memainkan peran penting dalam membangun opini publik yang objektif di tengah gempuran berita negatif.
Akhirnya, setelah melalui proses panjang, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 disahkan oleh pemerintah pusat. Undang-undang tersebut secara resmi menetapkan Kota Sungai Penuh sebagai Daerah Otonomi Baru, terpisah dari Kabupaten Kerinci.
Hari bersejarah itu dirayakan di lapangan hijau Kantor Bupati Kerinci, di mana Penyerahan SK Pemekaran Kota Sungai Penuh tahun 2008 dilakukan oleh Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Otonomi Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ribuan masyarakat yang bersorak gembira. Sorak-sorai, tangis bahagia, dan rasa haru bercampur menjadi satu. Bagi masyarakat saat itu, peristiwa tersebut bukan sekadar peresmian administratif, tetapi simbol kemenangan perjuangan panjang.
Sejak saat itu, Sungai Penuh berkembang menjadi kota yang terus berbenah. Dari pusat pemerintahan yang sederhana, kini berubah menjadi kota yang tumbuh dengan pesat, baik dari sisi infrastruktur, pelayanan publik, maupun partisipasi masyarakatnya. Namun, di balik kemajuan itu, tak boleh dilupakan jasa para tokoh dan wartawan yang setia mengawal proses lahirnya kota ini dengan pena dan keberanian.
Kini, saat Kota Sungai Penuh memasuki usia ke-17 tahun, masyarakat diajak untuk kembali merenungi nilai-nilai perjuangan tersebut. Pemekaran bukan sekadar hasil politik, tetapi buah dari tekad dan kerja keras kolektif. Semangat yang dulu ditunjukkan oleh Fauzi Siin dan para pejuang media harus terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Mardizal, salah satu wartawan yang ikut meliput langsung perjuangan ke DPR RI, mengenang masa itu sebagai pengalaman tak terlupakan. “Kami tidak hanya menulis berita. Kami ikut memperjuangkan kebenaran dan aspirasi rakyat. Pena kami menjadi bagian dari sejarah berdirinya Kota Sungai Penuh,” ujarnya mengenang.
Kini, setelah 17 tahun berjalan, Kota Sungai Penuh telah beranjak dewasa. Ia bukan lagi daerah baru yang mencari jati diri, melainkan kota yang berdiri tegak di atas fondasi sejarah perjuangan dan semangat kebersamaan. Dan di balik setiap halaman sejarah itu, selalu ada tinta wartawan yang menuliskan kebenaran tanpa takut. (al/yp)









