Jakarta, albrita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid pada Kamis (6/11). Tim penyidik mencari bukti tambahan terkait dugaan pemerasan di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penggeledahan berlangsung di beberapa lokasi di Pekanbaru. “Penyidik KPK menggeledah rumah dinas Gubernur Riau dan sejumlah tempat lain yang berkaitan dengan perkara ini,” ujarnya. Ia menegaskan KPK akan menyampaikan hasilnya secara bertahap sebagai bentuk transparansi.
KPK sebelumnya menangkap Abdul Wahid dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau pada Senin (3/11). Penangkapan dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat bahwa Wahid memerintahkan bawahannya meminta fee proyek kepada kepala UPT Dinas PUPR.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa pada Mei 2025, Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas PUPR bertemu dengan enam kepala UPT di sebuah kafe di Pekanbaru. Mereka membahas fee sebesar 2,5 persen untuk Abdul Wahid atas tambahan anggaran proyek 2025 yang naik dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Ferry kemudian melapor kepada Kepala Dinas PUPR, M. Arief Setiawan, yang menaikkan permintaan fee menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. Ia menekan para kepala UPT agar mengikuti perintah tersebut dan mengancam akan mencopot jabatan mereka jika menolak.
KPK menemukan bahwa pejabat dinas menyerahkan fee itu dalam tiga tahap dengan total Rp4,05 miliar. Pada penyerahan terakhir di November 2025, tim KPK melakukan OTT dan menangkap Abdul Wahid beserta sejumlah pejabat lainnya.
Selain Abdul Wahid, KPK juga menahan M. Arief Setiawan dan Dani M. Nursalam, tenaga ahli gubernur. KPK menjerat ketiganya dengan Pasal 12 e, 12 f, dan 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
“KPK berkomitmen menuntaskan kasus ini hingga ke akar dan memastikan penyidikan berjalan transparan,” tegas Johanis Tanak. (MDA*)









