Di sebuah sudut Desa Pendung Hiang, Kota Sungai Penuh, Jambi berdiri rumah tua yang nyaris menyerah pada waktu. Dinding papan lapuk berlubang, atap bocor di sana-sini, dan lantai kayu yang bergoyang setiap kali diinjak. Di dalam rumah itu, tiga kepala keluarga hidup berdampingan, berjuang di tengah kondisi serba terbatas.
Abdul Gani, salah satu penghuni rumah, duduk di beranda yang hampir roboh. Ia menatap langit mendung dengan mata kosong. “Kami sudah sering mengajukan bantuan, tapi pemerintah tak pernah memasukkan kami ke daftar penerima,” katanya lirih. Suaranya nyaris tenggelam oleh derit tiang rumah yang tua.
Selama puluhan tahun, keluarga Abdul Gani bertahan di bawah atap yang nyaris ambruk. Mereka tidur berdesakan, menampung bocoran air hujan dengan ember, dan menahan dingin malam hanya dengan kain tipis. Anak-anak mereka bermain di lantai yang mulai berlubang. Di dinding, foto keluarga lama masih tergantung—satu-satunya kenangan ketika rumah ini masih kokoh.
Sebulan lalu, istri Wakil Wali Kota Sungai Penuh datang berkunjung ke rumah itu. Warga menyambutnya dengan harapan besar. Mereka yakin kunjungan itu akan membawa perubahan. Namun, setelah rombongan pejabat pergi, suasana kembali sunyi. Tak ada kabar, tak ada petugas datang, dan tak ada tanda-tanda perbaikan dimulai.
“Harapan kami sempat tumbuh, tapi sekarang mati lagi,” kata seorang kerabat keluarga yang tinggal di sebelah rumah itu, dilansir dari SingnalBerita.com
Suara dari Tetangga
Warga sekitar ikut menaruh iba. Mereka menyaksikan bagaimana keluarga Abdul Gani berjuang agar rumah itu tidak roboh. “Kami hanya ingin pemerintah memperbaiki rumah itu. Mereka hidup bertiga di situ, dengan anak-anak kecil. Kalau hujan lebat, kami ikut cemas,” ujar seorang tetangga yang kerap membantu menambal dinding dengan papan seadanya.
Kepala Desa Pendung Hiang, Matakin, tidak menutup mata terhadap kondisi warganya. Saat ditemui pada Rabu (22/10/2025), ia mengakui warganya masih tinggal di rumah tidak layak huni. “Di rumah itu ada tujuh orang dari tiga kepala keluarga. Salah satunya Pak Abdul Gani dan anaknya,” kata Matakin.
Ia menegaskan, pihak desa sudah berkali-kali mengusulkan bantuan bedah rumah ke pemerintah kota, provinsi, dan pusat. Namun, pemerintah belum juga memberi kepastian. “Ibu Wali Kota dan Wakil Wali Kota sudah melihat langsung rumah itu. Kami berharap pemerintah benar-benar menindaklanjuti dan membantu memperbaikinya,” ujarnya.
Janji yang Tertunda
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Sungai Penuh, Sutrisno, mengatakan pihaknya masih melaksanakan program bedah rumah secara bertahap. “Dari 69 desa dan kelurahan di Kota Sungai Penuh, tahun ini baru 16 yang menerima program bedah rumah. Kementerian PUPR melalui balai provinsi menentukan jumlah dan lokasinya,” tulis Sutrisno lewat pesan WhatsApp.
Ia meminta masyarakat memahami proses itu. “Kami akan membantu semuanya secara bertahap. Mohon dimaklumi,” tambahnya.
Namun, bagi keluarga Abdul Gani, kata “bertahap” hanya berarti menunggu dalam ketidakpastian. Musim hujan sebentar lagi datang, tapi atap rumah mereka masih bocor. Dinding lapuk itu semakin lemah setiap malam diterpa angin.
Harapan di Antara Puing
Abdul Gani tetap berjuang meski hidupnya serba kekurangan. Ia bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya. “Yang penting anak-anak bisa makan dan sekolah,” katanya. Ia menambal dinding dengan papan bekas atau seng yang tetangga berikan.
Warga desa bergotong royong memperbaiki bagian rumah yang paling parah. Mereka tak lagi menunggu bantuan, karena tahu, harapan kadang lebih kuat daripada kebijakan.
Rumah itu memang tua dan reyot, tapi semangat hidup di dalamnya tak pernah padam. Setiap pagi, tawa anak-anak menghidupkan suasana. Mereka tumbuh dengan mimpi sederhana—punya rumah yang tidak bocor, tempat mereka bisa tidur tanpa rasa takut.
Hingga hari itu tiba, keluarga Abdul Gani terus berharap agar pemerintah melihat lebih dalam, bukan sekadar berkunjung. Bagi mereka, rumah bukan sekadar bangunan, tapi simbol martabat dan harapan yang terus bertahan di tengah kenyataan yang rapuh. (Redaksi albrita.com)









