Jakarta, albrita.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa advokat Marcella Santoso karena menyuap hakim dan menghalangi penyidikan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Marcella bersama rekan-rekannya berusaha mengatur vonis lepas untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group yang terjerat kasus korupsi pada 2022.
Jaksa menyebut Marcella bekerja sama dengan Ariyanto, Junaedi Saibih, dan M. Syafei untuk menyerahkan uang suap kepada hakim. Mereka memberikan USD 2,5 juta atau sekitar Rp 40 miliar lewat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Wahyu Gunawan. Uang itu sampai ke tiga hakim: Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Selain suap, Marcella juga merintangi penyidikan bersama Junaedi Saibih, eks Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar, dan Ketua Tim Cyber Army M. Adhiya Muzakki. Mereka mencoba menggagalkan proses hukum melalui berbagai cara di luar jalur pengadilan.
Selanjutnya, Marcella mengatur operasi media untuk membentuk opini publik. Ia menempatkan 67 berita positif tentang ekspor CPO di 20 media mainstream, menjadi narasumber wawancara, dan membuat program di JakTV. Tujuannya, menciptakan opini bahwa kasus korupsi CPO hanyalah kriminalisasi terhadap korporasi minyak goreng.
Tak berhenti di sana, Marcella juga menggerakkan buzzer dan aksi massa. Ia menyebar narasi negatif soal penanganan kasus korupsi timah dan impor gula di Kejaksaan Agung. Ia bahkan meminta rekannya, Andi Kusuma, melaporkan ahli lingkungan Prof. Bambang Hero untuk menekan pihak penuntut. Jaksa menegaskan, dana operasi media berasal dari klien-klien Marcella seperti Harvey Moeis dan Helena Lim.
Atas tindakannya, Marcella dan rekan-rekannya melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menilai aksi mereka mencoreng profesi advokat dan menghambat pemberantasan korupsi. Sidang selanjutnya akan menentukan nasib Marcella dan timnya di Pengadilan Tipikor Jakarta. (MDA*)









