Jakarta, albrita.com — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum menetapkan kebijakan soal tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2026. Pemerintah masih mengumpulkan masukan dari pelaku industri sebelum mengambil keputusan.
Cukai rokok selama ini menjadi sumber penerimaan besar bagi negara. Pada 2024, penerimaan dari sektor ini tercatat lebih dari Rp 220 triliun, dan tahun ini ditargetkan mencapai sekitar Rp 270 triliun.
Namun, analis ekonomi Apindo yang juga Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia, Ajib Hamdani, menilai kenaikan tarif tidak selalu berdampak positif. Ia menyebut, tarif tinggi justru mendorong maraknya rokok ilegal sejak 2022.
“Kalau tarif terus naik tanpa pengawasan ketat, rokok ilegal bisa makin tumbuh. Jadi, kebijakan menahan tarif rokok bisa membantu penerimaan negara tetap stabil,” ujar Ajib, Sabtu (4/10).
Menurutnya, fokus utama pemerintah seharusnya pada penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal. Dari total peredaran industri rokok yang mencapai Rp 400–500 triliun per tahun, sekitar 10–15 persen berasal dari produk tanpa cukai.
“Kalau rokok ilegal bisa ditekan, potensi tambahan pendapatan negara bisa mencapai Rp 60 triliun,” jelasnya.
Selain faktor penerimaan, industri rokok juga berperan besar dalam menyerap tenaga kerja. Mulai dari petani tembakau hingga pekerja pabrik, sektor ini dinilai menopang ekonomi masyarakat bawah dan sejalan dengan visi pemerintah untuk membuka lapangan kerja baru. (WF*)