PEDOMAN TEKNIS MEMBANGUN KEMITRAAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN DAN PEKEBUN SWADAYA KELAPA SAWIT

- Jurnalis

Jumat, 12 September 2025 - 17:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sjafruddin Ahmad (Konsultan UNDP)

UNITED NATION DEVELOPMENT PROGRAM PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PELALAWAN     27 SEPTEMBER 2018

Sejarah Kemitraan Perkebunan-bagian 1

Belajar dari sejarah panjang perkebunan yang dimulai tahun 1830 (zaman VOC, Cultuur Stelsel), dimana perkebunan saat itu menjadi tulang punggung perekonomian Hindia Belanda. Pemerintah Belanda mendapat keuntungan yang sangat besar dari hasil perkebunan yang diusahakan dengan mengerahkan petani atau rakyat secara paksa, dan rakyat tidak mendapat banyak manfaat atau menikmatinya, karena peran rakyat sangat kecil dalam rantai ekonomi perkebunan yang bersifat kapitalis.

Setelah kemerdekaan Indonesia, diadakan nasionalisasi perkebunan milik swasta Belanda tahun 1957 dengan membentuk Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Satu hal yang perlu dicatat dimasa periode pertama Dirjen Perkebunan Mayjen (Purn) A. Moeloek Loebis (1968-1976) yang memiliki visi “PERKEBUNAN RAKYAT DIKEMBANGKAN SEJAJAR DENGAN PERKEBUNAN BESAR”.

Konsep tersebut kemudian dimantapkan dan disosialisasikan oleh Dirjen Perkebunan berikutnya Mayjen (Purn) Pang Soeparto (1976-1982) dan disempurnakan dan diutuhkan oleh Dirjen Perkebunan periode 1982-1992 (Dr.Ir.Rachmat Soebiapradja). Sebagai tahapan pertama dikembangkan poyek PIR (Perkebunan Inti Rakyat) Berbantuan atau Nucleus Estate Smallholder (NES) mulai dilaksanakan tahun 1977 di Alue Merah Aceh dan Tabenan Sumatera Selatan dengan bantuan dana Bank Dunia.

Kemudian pola ini dikembangkan juga di luar usaha perkebunan, sehingga pengertian PIR berubah menjadi Perusahaan Inti Rakyat atau disebut juga Kemitraan Inti Plasma. Pola ini mencoba menggabungkan berbagai keunggulan yang dimiliki oleh perkebunan rakyat dan perkebunan besar ke dalam suatu usaha bersama dengan mengedepankan “AZAS KEMITRAAN”. Pola ini sangat sesuai dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Baca Juga :  Tanaman Liar Kembang Bulan Pengganti Pupuk Urea Alami

Setelah pola PIR bantuan Bank Dunia (NES) berjalan beberapa tahun, oleh pemerintah dikembangkan PIR Khusus dan PIR Lokal dengan sumber dana dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, yang bertindak sebagai perusahaan inti adalah Perusahaan Besar Negara/PT.Perkebunan. Pada Tabel 1 dapat dilihat semua perusahaan intinya adalah Perusahaan Besar Negara/PT. Perkebunan. Kemudian tahun 1986 dikembangkan Pola PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi, yaitu PIR-Trans yang polanya sama dengan pola PIR dan petani pesertanya adalah para transmigran yang didatangkan dari Jawa, sedangkan perusahaan intinya adalah Perusahaan Perkebunan Swasta.

Demikian pola PIR Lokal yang kemudian dikembangkan menjadi PIR-KKPA, dimana pendanaan untuk pembangunan kebun sawit plasma menggunakan skim KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota). Petani pesertanya adalah masyarakat lokal yang ada di sekitar kebun inti, dimulai tahun 1995. Setelah itu, pengembangan perkebunan kelapa sawit semakin pesat termasuk yang dilakukan oleh petani secara swadaya/swadana.

Baca Juga :  Tim Penilai Adipura Kunjungi Bank Sampah Lindung Berseri, Eco Enzym Salah Satu Faktor Pendukung

Penerapan pola kemitraan yang dinilai paling berhasil adalah NES Ophir atau PIR-Bun Sawit Ophir Pasaman, Sumatera Barat yang dibangun tahun 1981/1982. Sebagai perusahaan inti ditunjuk PTP Vl, Bank Ekspor Impor Indonesia sebagai Bank penyalur yang dalam pelaksanaannya bekerjasama (1986) dengan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat.

Dalam pembangunan dan pembinaan proyek memperoleh bantuan kredit dari Pemerintah Jerman sebesar DM 65,0 juta yang disalurkan melalui GTZ 4 khusus untuk pembinaan dan pengembangan petani Plasma dan wadah organisasinya.

Pemerintah Indonesia menyediakan Rp19 milyar untuk komponen Kebun dan Rp500 juta untuk pembinaan petani. Luas kebun Inti 3.300 Ha (40,74%) dan kebun Plasma 4.800 Ha (59,26%) dengan jumlah petani 2.400 KK yang tergabung dalam 102 Kelompok Tani Hamparan, 5 Koperasi Primer, 1 Koperasi Sekunder (KJUB) dan 1 Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR).

Produksi rata-rata kebun Plasma tahun 1995 (TM11) adalah antara 28,5–32,5 ton/ha/tahun lebih tinggi dari kebun Inti yaitu antara 28-29 ton/ha/tahun dengan rendemen 22-24%. Pendapatan bersih petani plasma tahun 1993 adalah US$ 3.387 atau lebih tinggi dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu US$3.000 (kurs dollar Rp. 2.110,-). Tahun2011 produksi kebun Plasma masih 24 ton/ha/tahun (umur 29 tahun), sedangkan aset KBPR telah mencapai Rp80 milyar dengan membuka 2 kantor cabang.

Bersambung………

 

 

Berita Terkait

Petani Singkong di Lampung Menjerit, Refraksi Pabrik Terlalu Tinggi

Berita Terkait

Minggu, 14 September 2025 - 14:59 WIB

Petani Singkong di Lampung Menjerit, Refraksi Pabrik Terlalu Tinggi

Jumat, 12 September 2025 - 17:33 WIB

PEDOMAN TEKNIS MEMBANGUN KEMITRAAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN DAN PEKEBUN SWADAYA KELAPA SAWIT

Berita Terbaru

Xiaomi 17 Resmi Rilis dengan Baterai 7.000 mAh, Layar Super Terang 3.500 Nits, Sudah Masuk Indonesia Belum Ya? Sumber : Istimewa

Teknologi

Xiaomi 17 Resmi Meluncur, Bawa Fitur Flagship Gahar

Jumat, 26 Sep 2025 - 11:10 WIB

Misi Perdamaian PBB: Polri Kirim Satgas FPU 7 MINUSCA ke Republik Afrika Tengah Sumber : istimewa - Dok Polri

Nasional

Polri Kirim FPU 7 MINUSCA ke Afrika Tengah

Jumat, 26 Sep 2025 - 09:10 WIB

Antusiasme siswa SDN 04 Cipinang Melayu, menyambut kedatangan Makan Bergizi Gratis (MBG), sebanyak 698 box di bagikan, Jakarta, Kamis (25/9/2025) Sumber : tvOnenews.com/Julio Saputra

Nasional

Respons Seru Siswa SDN 04 Cipinang Terhadap Menu MBG

Jumat, 26 Sep 2025 - 08:10 WIB

Andre Rosiade Tegaskan UU Nomor 1 Tahun 2025 Bukan Lindungi Direksi BUMN Korupsi: Kalau Maling, Tangkap! Sumber : istimewa - antaranews

Nasional

Andre Rosiade: Kalau Maling di BUMN, Tangkap Saja!

Jumat, 26 Sep 2025 - 07:10 WIB

Hal ini disampaikan Kapoksi Pengawasan Pupuk Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Henry Y Rahman, saat diskusi publik di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (25/9/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan

Pertanian

Kementan Naikkan Margin Distributor dan Pengecer Pupuk

Jumat, 26 Sep 2025 - 06:10 WIB