Jakarta, albrita.com – Pemerintah memperkenalkan skema baru bernama Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Skema ini muncul sebagai jawaban atas kebutuhan aparatur sipil negara (ASN) di tengah keterbatasan anggaran belanja pegawai, baik di tingkat pusat maupun daerah. Banyak yang bertanya, apakah PPPK Paruh Waktu juga berstatus ASN? Jawabannya, ya.
Merujuk Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025, PPPK Paruh Waktu tetap diakui sebagai ASN. Bedanya, mereka bekerja dengan durasi lebih singkat, yakni empat jam per hari. Sementara itu, PPPK Penuh Waktu menjalani jam kerja normal selama delapan jam per hari.
Kebijakan ini menjadi angin segar bagi tenaga honorer. Pasalnya, pemerintah sebelumnya sudah memutuskan untuk menghapus status honorer di instansi pemerintah. Dengan adanya skema baru ini, mereka tetap memiliki peluang bekerja sekaligus memperoleh kepastian status kepegawaian.
Tujuan pengadaan PPPK Paruh Waktu cukup beragam. Pemerintah ingin menata pegawai non-ASN yang jumlahnya masih sangat besar, sekaligus memenuhi kebutuhan ASN yang terus meningkat. Skema ini juga diharapkan mampu memperjelas status ribuan tenaga honorer dan menjaga kualitas layanan publik agar tetap optimal.
Namun, tidak semua orang bisa masuk kategori PPPK Paruh Waktu. Pemerintah sudah menetapkan syarat yang cukup ketat. Calon pegawai harus terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN). Mereka juga berasal dari peserta seleksi CPNS atau PPPK tahun anggaran 2024 yang sudah mengikuti seluruh tahapan, tetapi gagal lolos atau tidak bisa mengisi formasi yang ada.
Dengan cara ini, pemerintah bisa memanfaatkan sumber daya manusia yang sebenarnya sudah melalui seleksi ketat. Mereka hanya belum mendapat posisi karena keterbatasan kuota formasi. Skema ini menjadi alternatif agar tenaga tersebut tetap terpakai dan tidak hilang dari sistem birokrasi.
PPPK Paruh Waktu juga diberikan ruang untuk mengisi sejumlah jabatan penting. Beberapa posisi yang bisa ditempati antara lain guru, tenaga kependidikan, tenaga kesehatan, tenaga teknis, hingga pengelola dan operator layanan operasional. Jabatan tersebut dipilih karena sangat dibutuhkan untuk menunjang layanan publik sehari-hari.
Status sebagai PPPK Paruh Waktu memang berbeda dengan penuh waktu, tetapi peluang karier tetap terbuka. Pemerintah memberi kesempatan bagi mereka untuk diangkat menjadi PPPK Penuh Waktu. Proses ini dilakukan melalui evaluasi kinerja secara berkala, baik triwulan maupun tahunan. Hasil penilaian menjadi dasar perpanjangan kontrak sekaligus kemungkinan promosi.
Evaluasi kinerja meliputi pencapaian target kerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Jika kinerjanya bagus, kontrak diperpanjang dan peluang promosi terbuka lebar. Dengan begitu, pegawai tidak hanya bekerja paruh waktu, tetapi juga punya jalan untuk meniti karier lebih tinggi dalam birokrasi pemerintahan.
Bagi instansi pemerintah, keberadaan PPPK Paruh Waktu membantu menambah tenaga tanpa harus terbebani biaya besar. Dengan jam kerja lebih singkat, beban anggaran bisa ditekan. Meski demikian, pegawai tetap berkontribusi nyata pada layanan pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan teknis lainnya.
Kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan situasi saling menguntungkan. Pemerintah mendapatkan tambahan tenaga ASN dengan anggaran lebih efisien, sementara tenaga honorer memperoleh status yang lebih jelas sekaligus peluang karier ke depan. Skema ini juga mencegah terjadinya kekosongan layanan publik yang bisa merugikan masyarakat.
Secara keseluruhan, PPPK Paruh Waktu menjadi strategi baru dalam pengelolaan sumber daya manusia di pemerintahan. Kebijakan ini tidak hanya mengatasi masalah jangka pendek seperti penataan honorer, tetapi juga membuka jalan bagi reformasi birokrasi yang lebih modern dan fleksibel. Dengan pelaksanaan yang konsisten, PPPK Paruh Waktu berpotensi menjadi model baru dalam sistem kepegawaian di Indonesia. (MDA*)